Press Release
Institute for Indonesian Agro-Industry Development (INFIAD)
SWASEMBADA SAPI: KEBIJAKAN YANG DIPAKSAKAN?
Pemerintah Indonesia saat ini sedang berupaya mencapai swasembada sapi yang dicanangkan akan tercapai pada tahun 2014. Ambisi besar Pemerintah untuk merealisasikannya tampak jelas dari kebijakan pengurangan impor sapi dan daging sapi secara signifikan. Direncanakan, tahun 2011 ini Indonesia hanya akan mengimpor 50.000 ton daging sapi atau menurun sekitar 58% dari tahun sebelumnya yang mencapai 120.000 ton. Kebijakan ini mendorong tingginya harga bahan baku daging sapi akibat persediaan daging berkurang. Akibatnya dari pabrik sosis sampai pembuat bakso saat ini menjerit karena kelangkaan dan tingginya harga daging sapi.
Di lain sisi, apakah produksi sapi lokal serta merta dapat meningkat dengan tingginya harga daging sapi? Apakah sarana dan prasarana untuk meningkatkan produksi sapi lokal tersedia dalam kondisi yang memadai? Pertanyaan ini akan dicoba dijawab melalui kajian singkat (telaahan) oleh sebuah lembaga advokasi Institute for Indonesian Agroindustry Development (INFIAD).
Kebutuhan Sapi untuk Swasembada. Direktorat Jendral Peternakan mendefinisikan swasembada daging sapi sebagai: Kemampuan Penyediaan Daging Sapi Dalam Negeri Sebesar 90% Dari Kebutuhan Daging Nasional. Berarti dari total konsumsi daging sapi yang diproyeksikan mencapai 470.000 ton pada tahun 2014, 427.000 ton diantaranya harus dipenuhi oleh peternakan lokal. Pada tahun 2009, produksi daging sapi lokal sekitar 250.000 ton. Untuk mencapai swasembada daging sapi, produksi sapi lokal harus tumbuh sebesar 200.000 ton dalam lima tahun ini. Pertumbuhan produksi sapi lokal dengan demikian harus mencapai dua belas persen per tahun. Sedangkan saat ini diperkirakan pertumbuhan produksi sapi lokal hanya berkisar antara tiga sampai empat persen per tahun. Bila dikonversikan kepada kebutuhan sapi hidup, berarti pada tahun 2014 setidaknya diperlukan 5,8 juta ekor sapi dipelihara dalam waktu bersamaan. Angka ini belum termasuk induk sapi betina yang harus dipelihara oleh peternakan pembibitan (breeding farm).
Permasalahan dalam Peternakan Sapi. Untuk mencapai 5,8 juta ekor sapi siap potong pada tahun 2014 tidak mungkin mengandalkan peternakan subsisten. Sapi lokal harus dihasilkan dari industri peternakan yang efektif dan efisien agar produk yang dihasilkan berkualitas tinggi dan murah. Permasalahan yang dihadapi industri peternakan Indonesia adalah ketersediaan lahan, bibit, serta tenaga trampil dalam pengelolaan peternakan skala besar. Semua masalah ini harus dilihat dari konteks efisiensi, kualitas, dan kontinuitas, bukan sekedar tersedia..
Dari sisi lahan, data statistik menunjukkan hanya 2,24 juta hektar lahan di negara kita yang berupa padang rumput. Padahal cara termurah dan terefisien dalam pemeliharaan ternak sapi adalah memelihara dalam padang penggembalaan yang berupa padang rumput. Sebagai perbandingan, Australia mengalokasikan empat hektar padang rumput untuk tiap satu ekor sapi. Hal serupa juga terjadi di Argentina, Brazil, dan negara kecil Selandia Baru. Jika mengacu pada angka minimal satu hektar per satu ekor sapi, maka setidaknya kita membutuhkan enam juta hektar padang rumput untuk memelihara 5,8 juta ekor sapi di 2014. Indonesia jelas tidak memiliki padang rumput sedemikian luas untuk penggembalaan.
Beberapa alternatif bentuk lahan penggembalaan sapi telah dicoba. Salah satunya adalah mengintegrasikan penggembalaan sapi dan kebun kelapa sawit. Namun demikian, masih terdapat banyak kendala sehingga terjadi penolakan dari perkebunan kelapa sawit untuk melakukan program ini secara masif. Peternakan sapi model kandang tentu akan sangat tidak efisien sehingga akan menyulitkan peternak sapi untuk menghasilkan daging sapi dengan harga yang kompetitif.
Masalah lain adalah ketersediaan bibit sapi. Secara akal sehat, kemustahilan menyediakan bibit adalah masalah serius bagi program swasembada sapi. Untuk menyediakan 5,8 juta ekor bibit sapi pada 2014, maka diperlukan 11,6 juta ekor induk sapi. Pertanyaan yang kemudian timbul adalah dari mana kita akan memperoleh induk sapi betina dengan kualitas sapi pedaging unggul sebanyak itu? Apakah saat ini induk sapi tersebut memang telah tersedia? Adalah tugas lembaga-lembaga penelitian peternakan untuk menyiapkan teknologi pengembangan bibit sapi yang layak untuk diimplementasikan pada skala ekonomis.
Program Kerja yang Realistis. Mengacu pada tantangan dan kendala yang dihadapi untuk mewujudkan program swasembada sapi, maka diperlukan program kerja yang realistis dan sistematis dengan pengawasan yang ketat untuk mengatasi semua permasalahan yang ada. Langkah-langkah yang dapat diambil untuk memajukan peternakan antara lain adalah:
- Insentif Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) dipermudah
- Peternak menengah dan besar diberi kesempatan untuk melakukan penggemukan dan impor sapi siap potong dengan syarat harus melakukan pembibitan dalam jumlah tertentu
- Peternak kecil diberi bibit yang disubsidi dan pasarnya harus dilindungi
- Importir daging diwajibkan mengembangkan pembibitan sapi
- Jatah impor yang diberikan kepada importir yang tidak dapat mengembangkan bibit sapi dibatalkan
- Kementerian Pertanian harus berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan dalam menentukan kuota impor sapi dan daging sapi.
- Pengembangan lahan peternakan sapi alternatif misalnya di lahan tegakan jati, lahan perkebunan karet dan berbagai jenis lahan pengganti padang rumput yang dapat digunakan sebagai padang penggembalaan sapi.
Sensus sapi yang akan dilaksanakan pada 2011 ini diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi pemerintah untuk dapat menyusun ulang program swasembada sapi. Perancangan blue print program swasembada sapi harus diikuti oleh seluruh stake holder yang berkepentingan atas sapi di Indonesia. Di atas semua itu, penyusunan program swasembada sapi juga harus bebas dari agenda-agenda politik dari pihak manapun.
Untuk jangka panjang, Pemerintah harus mendorong terciptanya industri-industri peternakan sapi yang efektif dan efisien. Membangun industri peternakan jangka panjang harus dimulai dengan pembibitan sapi yang baik, dilanjutkan dengan cara pemeliharaan sapi yang efisien, dan didukung infrastruktur transportasi ternak yang lengkap. Jika tidak sanggup, sebaiknya swasembada sapi tidak perlu dipaksakan.
Jakarta, 30 Maret 2011
Institute for Indonesian Agroindustry Development (INFIAD)
Informasi: Ir. Murman Budijanto MT (0817148189)